Minggu, 18 November 2012

Museum untuk mengenang kembali


Museum Tsunami Aceh
 semula akan dibuat berbentuk kapal besar dan dimaksudkan hanya sebagai penyimpanan semua dokumentasi yang terkait dengan bencana alam 26 Desember 2004. Agar generasi penerus Aceh dan Indonesia mengetahui bahwa pernah terjadi peristiwa maha dasyat di bumi rencong ini.Namun kemudian rencana berubah, Pemerintah Aceh bersama BRR NAD-Nias mengadakan sayembara untuk desain museum tsunami. Setelah menyisihkan 68 peserta lainnya, desain yang berjudul "Rumoh Aceh'as Escape Hill" akhirnya dimenangkan oleh seorang dosen arsitektur ITB, Bandung, M.Ridwan Kamil yang diumumkan pada 17 Agustus 2007.Museum Tsunami Aceh yang terletak di depan Lapangan Blang Padang, Banda Aceh ini memiliki tiga lantai, dengan luas setiap lantai sebesar 2.500 meter dan menghabiskan dana hingga Rp60 miliar lebih.Goresan arsitektur Ridwan Kamil ini, sarat dengan nilai kearifan lokal dan didesain dengan konsep memimesis kapal, seperti hendak mewartakan Banda Aceh adalah kota air alih-alih daratan. Konsep yang ditawarkan arsitek ini, dengan menggabungkan rumoh Aceh (rumoh bertipe panggung) dikawinkan dengan konsep escape building hill atau bukit untuk menyelamatkan diri, sea waves atau analogi amuk gelombang tsunami, tari tradisional saman, cahaya Allah, serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.
Di dalam gedung terdapat kolam luas yang indah dengan jembatan diatasnya. Selain itu, terdapat ruangan yang dirupakan sebagai gua yang gelap serta ada aliran air mengalir Lahannya yang disediakan pemerintah Aceh juga berbatasan langsung dengan komplek kuburan Kerkhoff, namun isi dan kelengkapannya disediakan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Banda Aceh.
 Arsitektur museum ini menggabungkan rumoh Aceh bertipe panggung dengan konsep escape building hill berupa bukit untuk evakuasi bencana tsunami. Ada pula tersemat nilai tari tradisional tari saman, cahaya dari lafaz Allah, serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.

Di dalamnya dapat Anda temukan lorong sempit dengan air terjun yang mengeluarkan suara begemruh di kedua sisinya seakan mengingatkan dahsyatnya gelombang tsunami. Museum Tsunami Aceh menampilkan simulasi elektronik gempa bumi Samudra Hindia 2004, foto-foto korban dan kisah dari korban selamat.
Museum ini diresmikan pada Februari 2008. Tujuan pembangunannya selain untuk mengenang gempa bumi yang mengakibatkan tsunami tahun 2004 juga serta menjadi pusat pendidikan dan sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang lagi. Saat itu korban tsunami Aceh 2004 menewaskan lebih 120 ribu orang.
Model bangunannya adalah hasil pemenang sayembara, yaitu M.Ridwan Kamil (Dosen Arsitektur dari Institut Teknologi Bandung) dengan ide bangunan berupa Rumoh Aceh as Escape Hill. Denah bangunan museum ini merupakan analogi dari epicenter gelombang laut tsunami. Unsur tradisional berupa Tari Saman telah diterjemahkan dalam kulit luar bangunan eksteriornya.

Temukan lorong sempit yang gelap dimana di sisi kiri dan kanannya ada air bergemuruh, kadang memercik pelan, kadang bergemuruh kencang. Sesaat suara-suara tersebut akan mengingatkan Anda pada kejadian tsunami pada 26 Desember 2004 di Banda Aceh dan sekitarnya.

Museum yang dibangun dengan dana sekitar Rp 70 miliar ini memiliki 2 lantai dimana lantai 1 merupakan area terbuka yang bisa dilihat dari luar dan fungsinya sebagai tempat untuk mengenang peristiwa tsunami. Di Lantai ini terdapat beberapa ruangan yang berisi rekam jejak kejadian tsunami 2004. Di antaranya ruang pamer tsunami, pratsunami, saat tsunami dan ruang pascatsunami. Beberapa gambar peristiwa tsunami, artefak jejak tsunami, dan diorama ditampikan di lantai ini. Salah satunya adalah diorama kapal nelayan yang diterjang gelombang tsunami dan diorama kapal PLTD Apung yang terdampar di Punge Blang Cut.
Di lantai 2 berisi media-media pembelajaran berupa perpustakaan, ruang alat peraga, ruang 4D (empat dimensi), dan souvenir shop. Beberapa alat peraga yang ditampilkan antara lain, rancangan bangunan yang tahan gempa, serta model diagram patahan bumi. Ada beberapa fasilitas terus disempurnakan seperti ruang lukisan bencana, diorama, pustaka, ruang 4 dimensi, serta cafe.
Eksterior museum ini mengekspresikan keberagaman budaya Aceh dengan ornamen dekoratif berunsur transparansi seperti anyaman bambu. Tampilan interiornya akan menggiring Anda pada perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Tuhan.
Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa beberapa lembaga yaitu Badan Rekontruksi dan Aceh-Nias, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Daerah Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, dan Ikatan Arsitek Indonesia.
Kunjungan Anda ke Museum Tsunami Aceh tidak akan sia-sia karena bangunan museum ini sarat dengan nilai kearifan lokal dan didesain dengan konsep memimesis kapal dan dari luar jauh terlihat seperti cerobong sehingga unik untuk direkam dalam kamera Anda.

Sejarah

Museum Tsunami Aceh adalah sebuah Museum untuk mengenang kembali pristiwa tsunami yang maha daysat yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2008 yang menelan korban lebih kurang 240,000 0rang.
Gedung Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa beberapa lembaga yang sekaligus merangkap panitia. Di antaranya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sebagai penyandang anggaran bangunan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) sebagai penyandang anggaran perencanaan, studi isi dan penyediaan koleksi museum dan pedoman pengelolaan museum), Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)sebagai penyedia lahan dan pengelola museum, Pemerintah Kotamadya Banda Aceh sebagai penyedia sarana dan prasarana lingkungan museum dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)cabang NAD yang membantu penyelenggaraan sayembara prarencana museum
Menurut Eddy Purwanto sebagaiPenggagas Museum Tsunami Aceh dari BRR Aceh, Museum ini dibangun dengan 3 alasan: 1. untuk mengenang korban bencana Tsunami 2. Sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan 3. Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang lagi.”
Perencanaan detail Museum ,situs dan monumen tsunami akan mulai pada bulan Agustus 2006 dan pembangunan akan dibangun diatas lahan lebih kurang 10,000 persegi yang terletak di Ibukota provinsi Nanggroes Aceh Darussalam yaitu Kotamadaya Banda Aceh dengan anggaran dana sekitar Rp 140 milyar dengan rincian Rp 70 milyar dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk bangunan dan setengahnya lagi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk isinya juga berisi berbagai benda peninggalan sisa tsunami.
Sebelum pembangunan dimulai panitia menyelenggarakan lomba design museum dengan Thema "Nanggroe Aceh Darussalam Tsunami Museum (NAD-TM)", lomba yang ditutup tanggal 5 Agustus 2007 berhadiah Total Rp 275 juta dengan rincian pemenang I mendapatkan Rp 100 juta,ke II Rp 75 juta,ke III Rp 50 juta dan sisanya Rp 50 juta akan dibagikan sebagai penghargaan partisipasi kepada 5 design inovatif @ Rp 10 juta. Museum Tsunami Aceh dibangun di kota Banda Aceh kira-kira 1 km dari Masjid Raya Banda Aceh

fungsi Museum Tsunami Aceh

fungsi Museum Tsunami Aceh ini adalah :
1. Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami.

2. Sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
3. Sebagai warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya pernah terjadi tsunami.
 4. Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di “Cincin Api” Pasifik, sabuk gunung berapi, dan jalur yang mengelilingi Basin Pasifik. Wilayah cincin api merupakan daerah yang sering diterjang gempa bumi yang dapat memicu tsunami.
Museum tsunami tak hanya di desain sebagai tempat pembelajaran sekaligus menyimpan sejarah tsunami Aceh. Bangunan yang di desain dengan perpaduan konsep bukit menyelamatkan diri, analogi amuk tsunami, tari saman, cahaya Allah serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban ini juga bisa digunakan sebagai tempat menyelamatkan diri saat tsunami, karena atapnya merupakan ruang terbuka yang luas memang di rancang khusus.

0 komentar:

Posting Komentar