Harga jual kopi gayo, produk perkebunan andalan di Provinsi Aceh di
tingkat petani dan pedagang kecil di dalam sebulan terakhir mengalami
penurunan Rp 2.000 per kilogram. Hal ini diduga akibat permainan harga
yang dilakukan para pedagang besar untuk menekan harga kopi petani.
Ketua
Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo, Mustafa Ali, Sabtu (23/6),
mengungkapkan, harga kopi arabika gayo dalam bentuk gabah (sudah
terkupas kulit luarnya), kini Rp 21.000 sampai Rp 22.000 dari semula Rp
24.000 sampai Rp 25.000 per kilogram di tingkat petani. Untuk kopi gayo
dalam bentuk gelondongan seharga Rp 8.000 atau turun dari semula Rp
10.000 per kilogram.
Dari segi harga saat ini sangat merugika
petani karena cenderung turun padahal panen sudah hampir usai. Pedagang
besar tak banyak melakukan pembelian dan menunggu sampai petani
menurunkan harga terendah, kata Mustafa Ali. Permaianan harga seperti
ini selalu terjadi saat musim panen kopi gayo. Kontrol harga oleh
pedagang-pedagang besar, rantai perdagangan yang panjang, serta lemahnya
daya tawar petani membuat harga mudah sekali jatuh di tingkat petani.
Petani
umumnya tak memiliki sarana untuk mengolah kopinya hingga tahap siap
ekspor sehingga kebanyakan menjual cepat dalam bentuk gelondongan
denngan harga yang murah. Pedagang-pedagang besar kopi gayo umumnya
dikuasai para pedagang di Medan. Hal ini tak lepas dari tergantungnya
perdagangan kopi gayo kepada jalur ekspor melalui Pelabuhan Belawan,
Medan.
Di Aceh belum ada pelabuhan yang dapat digunakan untuk
mengekspor kopi gayo. Akibatnya, petani Aceh tergantung kepada
pedagang-pedagang besar di Medan yang dapat setiap saat memainkan harga,
terutama saat panen seperti ini. Padahal, harga internasional saat ini
lumayan tingga, yaitu 7,5 dollar AS. Semestinya harga di tingkat petani
pun tinggi. Tapi, karena dimainkan oleh pedagang besar, jadinya justru
turun.
Minggu, 21 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar