KETIKA UJUNG SUMATERA MENANGGIS
Pagi itu,
aku nonton bersama temanku. Doraemon kartun yang tiada matinya dari
sudut pandangku.
Keceriaan
tiba-tiba terhenti dengan sentakkan bumi yang sangat dahsyat. 9,8 skala rikter
di goyangkan dipucut sumatera.
Lailahaillallah,
goyangnya bergitu lama dan semakin parah rumah panggung kediamanku ikut
bergoyang dengan kaki tangguhnya yang tidak sanggup lagi menompah. Satu demi
satu tiang-tiang rumah mulai runtuh, dindingnya pun mulai retak di penjuru
sudut.
Mungkin
tiga atau lima menit bahkan lebih,entah …
Aku pun kurang tau berapa durasi yang sebenarnya.
Disaat
goyangan bumi terhenti aku berlari terbirit-birit ingin segera mungkin memeluk
ibuku ingin rasanya aku tak ingin melepaskan pelukan itu.
Mak….
Aku takut ,aku sangat takut.
Tenang
nak,. Tidak akan terjadi apa-apa , ini hanya gempa bumi biasa.
Aku
sedikit demi sedikit melepaskan pelukannya dimana adikku juga perlu kehangatan
darinya, pada saat itu dia masih terlalu kecil .
Hening..
Senyap.
Diam…
Huuu…huu…huuuuuu…huu…..
(bunyi
pesawat) ?
Keingin
tauanku muncul, ingin rasanya aku menanyakan .
Mak,
bunyi apa itu?
Bunyi
pesawat terbang, hanya bunyi pesawat sayang. “ibuku ingin menenangkan
perasaanku yang mulai takut.”
(sejak
kecil dipikiranku telah tumbuh perasaan, perasaan bahwa aku takut bunyi itu
“pesawat terbang”)
Ku
lihat langit yang biru rasanya tidak ada satu bendapun yang ada disana.
Bunyi
itu semakin lama semakin menderu.
Mak,aku
takut..
Aku
takut bunyi itu..
Tenang
heri, tenanglah anakku itu hanya bunyi pesawat biasa, pesawat yang kau lihat
dengan temanmu saat dia terbang.
Tapi
mak…
Bukankah
tidak ada satupun benda disana. “telunjuk kananku mearahkan ke langit yang
mulai ranum saat itu.”
Allahu
Akbar.
Lailahaillallah…
Air laut naik, air laut naik, air laut naik,
teriakkan mulai mengema di semua penjuru.
Kepanikan
mulai muncul dari perasaan individu saat itu.
Aku
hanya seorang anak-anak pada waktu itu, aku tidak tau pada saat itu apa yang
sebenarnya terjadi disini_didaerahku.
Aku
ingin rasanya melihat gelombang air itu.
Heri jangan, terikkan histeris ibuku
menghentikan langkahku untuk melihatnya.
Tapi perasaan ingin tau ku semakin menjadi-jadi ingin rasanya untuk melihat air
bah itu.
Jangan
heri, jangan nak..
Tiga
kali ku rasakan keingin tauan ku dihentikan pada akhirnya akupun tidak dapat
melihatnya.
Tanganku ditarik kuat dan ku dinaikkan ke dalam
mobil, kami ingin mencari tempat yang lebih aman tempat yang lebih tinggi.
Namun
apa yang terjadi entah tiga ratusan meter lagi mencapai gunung, sebuah mobil
Hercules mehalangi mobil kami dijalan, parkirnya yang tak menentu arah manakah
posisi sebenarnya sehingga kami tidak bisa melewatinya.
Disitu
mulailah kepanikan, semua orang telah
turun dari mobil ingin mencari pelindungan.
Pada
saat itu aku tidak teringat apa-apa lagi aku telah terpisah dari orangtuaku.
Bruuukk…
Bruukk..
Braaaakk….
Brruuuukk….
Bunyi timpahan air menerpa semua apa yang ada
didepannya aku takut sekali pada saat itu.
Tiba-tiba
lumpur muncul dari bawah rumah yang juga menghancurkan segalanya, disitu aku di
telan air bah yang kotor itu rasanya sangat aneh,warnanya gelap coklat
kehitaman.
Aku
di gulung-gulung dengan air amis itu, disentak, ditarik, aku tidak bisa
bernafas dalam keadaan itu.
Ingin
rasanya aku mati menyudahkan penderitaan yang sangat mendalam pedih.
Begitu lama aku didalam air, entah bagaimana
caranya kepalaku telah berada diatas permukaan air.
Air
ini telah membawa semua puing-puing yang ada di Aceh,aku melihat dengan mata
kepala aku sendiri.
Ya
Allah separah inikah??
Sebiadap
inikah sikap kami selama ini untukMU.
Semuanya
telah menjadi satu, air dan puing-puing yang hancur.
Aku
juga mengalami tabrakan antara dua mata air bah yang menbuat aku tergelam lagi.
Ini adalah peristiwa yang tidak sanggup buat aku rasakan.
Aku tidak tau seberapa lama aku berada di dalam
gulungan air bah itu.
Sepertinya
air mulai tenang dan pada akhirnya aku bisa menyalamatkan diri dibantu orang
yang tidak ku kenal.
Sedih
sekali rasanya aku menceritakan ini semua.
Aku
memanjat, merangkak diantara atap-atap rumah yang satu ke yang lain, memanjat
pohon, bergantungan begitu parahnya menyelamatkanjiwa yang sia-sia ini.
Pada
akhirnya aku sampai dilantai 2 rumah penduduk disitu. Aku tidak tau seberapa
jauh aku dibawa genangan air ini.
Aku kesepian,aku sendiri
disaat itu, tidak ada seorangpun yang aku kenal.
Pada malam itu aku menangis rindu dengan orang tuaku.
Suara muncul dari sebuah sudut. “jangan
menangis besok kita akan mencari anggota keluarga kita.
Aku melihat mayat-mayat
tergelentang disana-sini aku tidak pernah melihat sebelumnya. Bongkahan kayu,
kendaraan, puing-puing atap rumah terdampar kesemua penjuru.
Aku ingin sekali bertemu dengan
keluargaku.
Dari sudut mata yang jauh aku dihampiri seorang yang mungkin aku kenal.
Dia menyatakan bahwa adikku ada disatu
tempat dimana dengan cepatnya aku ingin kesana . ingin sekali berjumpaa
dengannya.
Tapi,perlu aku menyesal
orangtuakudan saudara yang lainnya tidak pernah ketemu.
Hanya satu pintaku padaMU ya Allah..
Semoga mereka tenang disana.
Insya Allah..
Aku akan selalu mendoakan untuk kalian
semua, semoga mendapatkan tempat yang indah di sana.
Tempat para orang syahid. Aminn…