Minggu, 28 Desember 2014

Meninggalkan Luka Dan Airmata yang Tanpa Koma (10 tahun tsunami)



Meninggalkan Luka Dan Airmata
 yang Tanpa Koma
(10 tahun tsunami) 




Mak,
Pohon-pohon telah tumbuh kembali seperti tempo dulu. Hidup kembali ada diantara desa yang diselimuti kesengsaraan pada sepuluh tahun yang lalu.
Desa yang tersembunyi dibalik tirai hijau dan terpal yang lebat. Ini desa kita mak. Desa lumpur, puing, kesengsaraan batin hati anakmu.
Penyesalan yang belum sepenuhnya memberi keikhlasan, sebenarnya andai aku tahu itu hari terakhir pertemuaan kita antara darah daging yang utuh. Tak pernah tak akan aku lepaskan pelukkan dan kehangatan itu mak.
Aku ingin ikut denganmu , aku ingin bersamamu.
            Saat pertemuan dua puluh enam desember jeritan hati dan airmata ini keluar.suara aneh dan mengerikan masih bersemedi di ubun-ubun koklea tubuhku. Aku takut itu benar-benar mengerikan . pedih.
            Mak,Ayah
Bergetar tangan ini begitu dalamnya hati rindu atas pelukan.
Saat tulisan atas ku ukir roda hidup begitu cepat.
Lesung pipi itu baru lusa ku lihat.
Mak...
Mak...
Mak..
Ayah ...
Panggilan yang mekokohkan pondasi jiwa ini juga rasa baru tadi ku panggil.
Basah masih tenakan-tenakan (omelan)  mak yang belum kering seutuhnya yang masih hangat disini. Repetan tentang kotornya baju yang kupakai, main yang tidak mengingat waktu, pulang magrib dan ocehan-ocehan ke khasanmu mak.
Ayah? Kau juga tidak lupa memarahiku saat tangan mungil ini memukul adik. Juga pukulanmu masih sangat terasa saat aku tidak mau mengaji dan shalat . aku tahu itu hal yang terbaik untukku.
Ternyata sekarang sangat ku sadari repetan kalian itu adalah nyanyiaan yang indah yang begitu aku rindukan.
            Tapi mak saat kau telah tiada begitu lama begitu berat saat aku mewayangi cerita hidup. Aku ingin menceritakan ini pada kalian saat aku berperan dalam dua sisi antara benar dan salah, antara hak dan batil, antara ini dan itu, antara ada dan tiada dan antara hina dan puji.
Sesak hati saat indra penglihatan berkaca pada kacamata cembung yang tergores. Melihat orang-orang yang masih ada orangtua bertemu akan kebahagiaan mereka.
Apapun keinginan mereka pasti akan dan sangat mungkin terpenuhi. Hati ini menjerit dimana apakah aku bisa seperti itu? Menginginkan sesuatu dengan cepatnya akan terkabul. Ingat, aku masih sepuluh tahun mak.
            Pedih, nyilu aku menceritakan padamu
Aku masih percaya selembar daun yang jatuh dari pohonnya terjatuh ke sungai dan dibawa arusnya kemudian terdampar kehulu dan akhirnya membusuk di samping batu kerikir. Semua adalah kehendak Allah.
Aku benar-benar percaya rahasia Allah iti indah, di balik musibah pasti ada hikmahnya.
Mak,
Hanya Allah yang tahu bagaimana jalan hidup ini dengan kaki yang sudah tak benar-benar sempurna lagi.
Mak,ayah, dan saudara-saudaraku aku akan selalu mendoakan kalian supaya Allah menempatkan kalian pada tempat yang indah di sisi-Nya. Amin.
            Diluar jendela retak itu. Sepasang langkah ini memilih tak bersuara ingin meninggalkan luka dan airmata yang tanpa koma.
Masalalu adalah pengalaman dan pelajaran, melihat kedepan dan tidak melihat dua cermin cembung yang menoleh ke belakang arti kesedihan.
Sepuluh langkah ke belakang demi seratus langkah ke depan.
Allah
Tuhanku
Izinkan aku bermimpi mereka,ingin sekali mengingat sedikit kenangan akan indahnya bersama keluargaku dulu sebelum air amis nan hitam pekat itu meratakan semuannya.
Dan kenangan hanyalah mimpi untukku.
Jelas
Mak aku kangen engkau.