Jumat, 01 November 2013

Mereka disapa dengan sebutan ‘Si Mata Biru’ atau ‘Bulek Lamno’.

                                                          ACEH JAYA | LAMNO





                                       
                                                                                                                                   
       


      





  
   
       Lamno sebuah wilayah yang terletak di pesisir Barat Aceh, berjarak 86 kilometer dari kota Banda Aceh, ibukota Provinsi. Adat istiadat Komunitas si Mata Biru sama dengan penduduk Aceh lainnya, hanya dialek bahasa yang membuat penduduk keturunan Portugis ini menjadi berbeda. Mereka disapa dengan sebutan ‘Si Mata Biru’ atau ‘Bulek Lamno’. Ini karena warna mata mereka memang berbeda dengan warna mata sebagian besar penduduk Indonesia. Tak ada yang tahu pasti bagaimana keturunan mata biru itu ada di pedalaman desa di bawah kaki Gunung Geureute, Aceh Jaya. Tidak semua penduduk Lamno berparas tubuh tinggi,berambut pirang, berkulit putih, berhidung mancung dan bermata coklat kebiruan. Ciri khas tersebut hanya dimiliki oleh penduduk asli Daya keturunan Portugis. Masyarakat dan kerajaan Daya menahan tentara Portugis, lalu mereka menikah dengan orang-orang yang berada di sekitar kerajaan Daya. Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis penduduknya yaitu desa Kuala Daya, desa Ujong Muloh, desaTeumareum, desa Lambeso dan Gle Jong, ini umumnya hampir semua perempuan dan laki-lakinya berciri khas kulit putih, hidung mancung, dan rambut pirang” Sementara prianya ditambah dengan berbulu di tangan dan bulu dada yang tebal. “Menyangkut dengan bahasa masyarakat Lamno berbeda dengan bahasa yang ada di kota. Orang keturunan Portugis itu menggunakan dialek bahasa Daya. Umpamanya kalo (hari ini) uronyo disebut uronyee , kamo (kami), bahasa Lamnonya kame atau kamey, pembahasaannya lebih penekanan “ aceh tok tok (aceh tulen)” Ada dua versi cerita tentang asal usul keberadaan orang Portugis di Lamno. 
Versi pertama mengatakan sebuah kapal perang Portugis yang berisikan ratusan prajurit terdampar di perairan Lamno , sedangkan versi kedua mengatakan Portugis datang ke Aceh untuk menjajah mengambil rempah-rempah yang ada di aceh pada tahun 1519 dan menikah dengan penduduk setempat . Kemudian Raja Daya yang berkuasa pada saat itu menyelamatkan prajurit dan menerima mereka menjadi penduduk setempat, dengan syarat harus memeluk agama Islam. Kini keberadaan bulek Lamno keturunan ”si Mata Biru “Portugis sudah berkurang jumlahnya. Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis tersebut tersapu oleh dahsyatnya gelombang tsunami. Karena imbas tsunami yang luar biasa, keturunan Portugis itu terpencar ke bagian aceh lainnya. Ada yang di Banda Aceh, Lhokseumawe dan Meulaboh. Setelah tsunami mereka menikah dengan orang di sekitar tempat pengungsian. “Dari hasil perkawinan tersebut sudah ada anak-anak keturunan Portugis berada di luar kabupaten aceh jaya” Pemerintah Portugal sendiri telah menyalurkan bantuan pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan di kawasan tersebut yang masih tersisa. Menurut catatan sejarah yang ada di pusat dokumen induk Aceh, Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling dunianya tahun 1292-1295 pernah singgah di kerajaan Daya dan menulis buku tentang kebesaran kerajaan Daya berbaur dengan prajurit Portugis di Lamno.